Sejarah Penambahan Titik dan Harakat dalam Bahasa Arab, Simak

SANTRI DEVELOPER – Penambahan titik pada huruf Arab adalah penemuan penting dalam sejarah penulisan bahasa Arab, yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah. Sistem ini membantu membedakan huruf-huruf yang mirip, dan berperan besar dalam perkembangan bahasa Arab, serta pembacaan Al-Qur’an.

Aljazeera.net menuliskan, bahwa sebelum adanya sistem titik, huruf-huruf Arab tidak dilengkapi dengan tanda titik atau harakat. Pada masa itu, orang Arab asli dapat membaca teks dengan huruf-huruf mirip tanpa kesulitan.

Namun, seiring berkembangnya Islam, banyak umat Muslim yang bukan penutur asli bahasa Arab mulai mengalami kesulitan dalam membaca dan memahami ayat-ayat Alquran. Menyadari masalah ini, tabi’in Abu al-Aswad al-Du’ali, atas saran dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, memulai inovasi dengan menambahkan titik pada huruf-huruf yang mirip.

Khalil Yahya Nami dalam bukunya Asal Khatt al-Arabi, menjelaskan bahwa penambahan titik mulai ada pada masa Dinasti Umayyah. Titik berfungsi untuk membedakan huruf-huruf yang serupa, seperti “ب” (ba) dan “ت” (ta), yang sulit dibedakan tanpa titik.

Penambahan titik ini bertujuan untuk mempermudah pembacaan Al-Qur’an dan mengurangi kesalahan pemahaman. Pada awal pengenalan, titik-titik berwarna merah berfungsi untuk menunjukkan harakat fathah (di atas huruf), dhammah (di sebelah kiri huruf), dan kasrah (di bawah huruf).

BACA JUGA: 3 Aplikasi Islami Terbaik Buatan Indonesia: Dakwah Edukasi Digital

Saleh al-Hassan dalam bukunya Al-Kitabah al-Arabiyah min al-Nuqush ila al-Kitab al-Makhtut, berpendapat bahwa sistem titik sudah ada pada masa Nabi Muhammad dengan nama ar-Ruqsh. Meskipun demikian, sistem ini tidak umum digunakan pada masa itu. Contohnya seperti perbedaan bacaan pada ayat keenam Surah Al-Hujurat, menunjukkan adanya penggunaan titik pada masa itu.

Melansir dari laman ida2at, perubahan besar terjadi pada masa Dinasti Umayyah, terutama di bawah pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Dua murid Abu al-Aswad, Naser bin Asem al-Laytsi dan Yahya bin Yamur al-Adwani, melakukan perubahan mendasar dengan menambahkan titik hitam pada huruf-huruf mirip untuk membedakannya. Misalnya, huruf ta’ ditempatkan di antara ba’ dan tsa’, serta huruf jim dibedakan dari ha’ dengan titik di tengahnya.

Reformasi Sistem Titik oleh Al-Khalil bin Ahmad

Pada masa Abbasiyah awal, Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi, seorang ahli bahasa terkemuka dari Bashrah, pelopor ilmu mukjam dan ilmu ‘arudh, melakukan reformasi penting dalam sistem titik. Dalam bukunya Kitab al-‘Ayn, Al-Khalil bin Ahmad menggantikan titik-titik dengan bentuk harakat yang kita kenal sekarang.

Dia mengubah harakat fathah menjadi seperti alif, dhammah seperti wawu, dan kasrah seperti ya’. Sistem harakat ini memudahkan pembacaan dan pemahaman teks Arab, serta memastikan kesesuaian antara bentuk dan suara.

Al-Khalil bin Ahmad juga menambahkan lima tanda baru pada Al-Qur’an, yaitu sukunsyiddahmad, tanda washal dan hamzah. Penambahan ini membantu mengurangi kebingungan dalam pembacaan, dan memastikan pelafalan, serta tata bahasa yang benar. Sistem ini masih berlaku hingga hari ini.

Pandangan Pakar tentang Sistem Harakat

Abdul Sattar al-Halouji dalam bukunya Al-Makhtut al-Arabi, menjelaskan bahwa pada awal era Umayyah, penulisan bahasa Arab mengalami perkembangan dengan penambahan titik pada huruf, yang merupakan langkah awal bagi sistem harakat saat ini. Penambahan titik ini bertujuan untuk memudahkan pembacaan Al-Qur’an, dengan hadirnya tanda-tanda tersebut.

Abu Amr al-Dani dalam bukunya Al-Muhkam fi Nuqt al-Mushaf, mencatat bahwa generasi awal khawatir akan penyelewengan bacaan Al-Qur’an karena kerusakan bahasa dan perbedaan bacaan yang muncul seiring waktu. Kehadiran sistem harakat memiliki peran penting dalam menjelaskan makna dan tata bahasa.

Dalam era modern, Ibrahim Mustafa dalam bukunya Ihya’ al-Nahw, menganggap dhammah sebagai tanda رفع (penunjuk pengangkatan) dalam kata, kasrah sebagai tanda جر (penunjuk tambahan), dan mendukung pendapat ini dengan mengatakan bahwa fathah menunjukkan keluarnya kata dari konteks pengangkatan dan tambahan.

Dia menegaskan bahwa fathah adalah harakat yang lembut. Orang-orang Arab menyukai fathah karena ringannya, mengikuti pandangan al-Khalil dan Sibawayh. Sebaliknya, Ibrahim Anis dalam bukunya Asrar al-‘Arabiyyah, berpendapat bahwa makna harakat tidak selalu mendapat perhatian dalam i’raab (tata bahasa).

Kesimpulan

Penambahan titik dan pengembangan sistem harakat merupakan tonggak penting dalam sejarah bahasa Arab. Inovasi ini memperjelas eksistensi bahasa Arab, memudahkan pembacaan Al-Qur’an, dan memastikan akurasi serta pemahaman yang tepat.

Oleh karena itu, usaha pakar bahasa saat ini melanjutkan usaha awal untuk memudahkan bahasa Arab bagi semua orang. Para pelaku usaha ini layak mendapat penghargaan atas dedikasi mereka terhadap bahasa Arab, yang akan tetap relevan sepanjang waktu.

Wallahu A’lam
Sylvia Kurnia Ritonga (Alumni Pelatihan Jurnalistik Tsirwah, Founder tatsqif.com)

Share Artikel :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *